Pura Pakualaman adalah bekas istana kecil Kadipaten Pakualaman. Istana ini menjadi tempat tinggal resmi para Pangeran Paku Alam mulai tahun 1813 sampai dengan tahun 1950, ketika pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia menjadikan Kadipaten Paku Alaman bersama-sama Kesultanan Yogyakarta sebagai sebuah daerah berotonomi khusus setingkat provinsi yang bernama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam perkembangannya, Pura Pakualaman justru tidak terlalu dikenal oleh kalangan remaja, padahal banyak hal menarik dan bisa dipelajari dari tempat ini Pengakuan dari internasional membuat wajah Jogja semakin istimewa. Meski demikian, konsekuensi predikat ini tidak sederhana, karena terkait dengan persoalan konservasi, pelestarian, pengembangan, dan pemberdayaan batik, baik sebagai seni maupun industri.
Ada salah satu hal yang menarik di Pura Pakualaman yang tidak banyak diketahui oleh khalayak luas, yaitu batiknya. Batik Pura Pakualaman seakan menjadi harta karun yang menjadi salah satu kekayaan Yogyakarta sebagai Kota Batik.
Batik Pura Pakualaman ini merupakan transformasi dari wadana renggan atau hiasan yang melengkapi teks kuno koleksi Pura Pakualaman mulai tahun 1830. Nama motifnya pun sesuai dengan nama wadana renggan yang ada. Artinya, motif yang dipakai tidak bisa sembarangan, harus sesuai dengan naskah kuno. Ini merupakan hal yang patut diapresiasi, karena pelestarian batik ini juga sekaligus melestarikan naskah kuno.
Motif yang berasal dari naskah kuno ini membuat kesan batik ini tidak sekadar memiliki bentuk saja, melainkan makna yang cukup dalam. Makna tersebut seakan menempel kuat dan menjadikan motifnya hidup pada setiap goresannya.
Pembuatan motif masih dilakukan sampai sekarang dengan kajian mendalam, tidak bisa sembarangan dan harus izin dulu dengan mengacu naskah-naskah yang ada. Artinya motif ini bukan sejarah yang sudah selesai, melainkan masih berjalanan dengan penuh ketelitian. Ini menjadi menarik karena pembuatan motif tidak hanya mengacu pada imajinasi pengarang saja, melainkan harus sesuai dengan serat dari naskah kuno.
Menurut Pengurus Perpustakaan Pura Pakualaman Sri Ratna Sakti Mulya, penuangan teks naskah kuno dalam motif batik ini adalah upaya untuk melestarikan cagar budaya tersebut. Naskah kuno tidak hanya merupakan bukti peninggalan sejarah. Juga mengandung banyak ilmu pengetahuan, di antaranya filsafat, kesenian, arsitektur, serta kepemimpinan.
Batik adalah warisan budaya kita. Ketika kita menjaga kelestarian batik, maka batik juga akan menjaga pandangan hidup kita yang berbudaya. Batik Pura Pakualaman adalah salah satu peta yang bisa digunakan dalam perjalanan menuju kebermoralan.