Melihat Lebih Dekat Batik Nitik, Batik Tertua di Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi, salah satu daya tariknya adalah masih kuatnya budaya dan tradisi yang dipegang teguh baik dari pemimpin maupun dari masyarakatnya, Yogyakarta dipandang sebagai pusat budaya Jawa. Salah satu kekayaan yang wajib mendapat banyak ruang apresiasi adalah Batik, yang masih tumbuh dan terus berkembang di Yogyakarta.

Selain mengudara dengan nama Kota Pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagai Kota Batik Dunia. Pada tanggal 18 oktober 201,4 Yogyakarta dinobatkan sebagai “Kota Batik Dunia” oleh Presiden WCC di Dongyang, Tiongkok.

WCC merupakan singkatan dari World Crafts Council. Yakni sebuah lembaga Internasional yang berafiliasi dengan UNESCO yang berfokus pada apresiasi, kegiatan, serta permasalahan komunitas kriya di dunia.

Yogyakarta telah memenuhi tujuh kriteria yang ditetapkan oleh WCC sebagai syarat menjadi kota Batik Dunia diantaranya adalah nilai sejarah, keaslian, regenerasi, nilai ekonomi, ramah lingkungan, reputasi internasional dan tersebar luas.

Pengakuan dari internasional membuat wajah Jogja semakin istimewa. Meski demikian, konsekuensi predikat ini tidak sederhana, karena terkait dengan persoalan konservasi, pelestarian, pengembangan, dan pemberdayaan batik, baik sebagai seni maupun industri.

Dari sekian banyak batik yang tumbuh di Yogyakarta, Batik Nitik adalah satu batik tertua di Yogyakarta yang masih lestari hingga hari ini.

Nitik berasal dari bahasa jawa yang berarti memberi titik. Ribuan titik ditata berderet membentuk suatu pola bernilai seni tinggi. Pola-pola ini tidak diserat atau digoreskan, melainkan dititikkan

Motif batik nitik terdiri dari ribuan titik yang tersusun dan terukur sedemikian rupa sehingga membentuk ruang, sudut, dan bidang geometris. Rangkaian titik-titik yang tersusun dalam desain batik khas yogyakarta ini tidak terlepas dari makna di setiap motifnya.

Dalam desain tersebut tersirat makna keseimbangan hubungan manusia dengan tuhan dan alamnya, serta kesadaran hidup sebagai seorang manusia. Keseimbangan hidup yang tergores pada batik Titik melahirkan makna akan jati diri manusia yang merupakan mahluk sosial yang saling bergantung satu sama lain.

Selain pada motif, kekhasan batik Nitik ini juga terlihat pada penggunaan warna yang digunakan. Batik ini menggunakan warna Cokelat sebagai warna dominan. Penggunaan warna Cokelat yang dominan bermakna kesederhanaan serta kejujuran.

Ilustrasi-Foto:MyImage.

Batik Tulis Nitik Yogyakarta sendiri menjadi satu-satunya motif batik tulis yang telah memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai indikasi geografi oleh Kemenkumham RI karena memiliki ciri khas yang berbeda dari batik pada umumnya yakni kisah sejarahnya, serta bentuk ujung cantingnya yang dibelah menjadi empat dan cara membatiknya dengan diketuk bukan diseret.

Batik Nitik merupakan seni kebudayaan lokal yang muncul dari dorongan emosi serta kemurnian batin yang didasarkan pada pandangan hidup masyarakat. Awal munculnya adalah akibat dari penjualan kain tenun Patola India yang dimonopoli oleh Belanda pada tahun 1600-an, sehingga harga jual dari kain tersebut berlipat-lipat ganda.

Perempuan Jawa menginisiasi untuk membuat kain batik dengan motif Patola sebagai ganti dari kain Patola. Masyarakat pada saat itu pun lebih memilih untuk membeli kain batik ketimbang kain impor karena harganya yang jauh lebih murah.

Kondisi tersebut kemudian menjadi cikal bakal kain batik yang sukses berkembang di kalangan pribumi kala itu, sehingga masyarakat pun perlahan-lahan mulai meninggalkan kain impor dari India. Batik nitik ini lah yang kemudian menjadi ‘siasat’ untuk menggulingkan pemerintahan Belanda pada kain di Nusantara, dan memutus ketergantungan terhadap kain impor.

Pada kepemimpinan Sri Sultan HB VII pula, kain batik nitik ini dipesan langsung oleh Keraton untuk menjadi salah satu kain batik yang dikenakan di lingkungan Keraton Yogyakarta. Dari situ lah kemudian batik nitik semakin dikenal oleh masyarakat luas bahkan hingga sekarang.

Ilustrasi : perempuandanbatik.wordpress.com

Bercerita soal Batik Nitik tak pernah lekang dari nama Blawong, salah satu daerah yang memang menjadi lokus Batik Nitik hingga saat ini, Blawong merupakan titik koordinat paling konkrit untuk membicarakan Batik Nitik. Paguyuban ini berada di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, 12 km ke arah selatan Kota Yogyakarta. Keunikan paguyuban ini terletak pada usahanya untuk gotong royong mensejahterakan masyarakat.

Saat ini Paguyuban Blawong berkembang menjadi dua paguyuban yakni Paguyuban Batik Tulis Nitik Blawong di Dusun Blawong II serta Batik Tulis Nitik Trimulyo di Dusun Blawong I. Dengan adanya paguyuban tersebut, para anggota dapat mencari order secara bersama-sama, yang nantinya akan diselesaikan secara bersama-sama dengan para anggota.

Bapak Apip adalah salah satu penggerak batik nitik. Terlahir sebagai generasi ke-4 keluarga pengusaha batik Pekalongan, Jawa Tengah, Afif Syakur merintis industri batik sendiri sejak 1990. Ia mendirikan Apip’s Batik di Yogyakarta dan menjadi trendsetter fesyen batik Indonesia.

Berbagai produk premium lahir dari kreativitasnya, seperti sarung selendang, stola, pareo dan busana. Sebagian menggunakan material kain tenun tradisional. Dinamisnya batik Pekalongan berpadu dengan keagungan filosofis batik Yogyakarta. Ragam klasik pun tampil kekinian, sejalan dengan misi Afif agar batik dapat dipakai siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Cintanya beliau dengan batik terbukti dari koleksinya yang mencapai 3.500 batik unggulan karya batik tempo dulu. Beliau memadupadankan batik menjadi pola-pola yang baru. Begitu juga dengan Batik Nitik, karena kecintaannya dan kemampuannya dalam mendesain mengantarkan Afif menjadi ketua Paguyuban batik tulis Nitik.

Dalam perjalanannya Batik Nitik adalah pola batik pertama yang mendapat predikat Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis dari Kemenkumhan RI. Pengakuan ini menjadi penguat kesadaran bahwa batik menjadi salah satu penggerak sosial ekonomi. Salah satu langkah yang bisa kita ambil dalam melestarikan batik agar tetap abadi adalah dengan terus berinovasi dan beradaptasi.

Hiduplah Batik Indonesia